Maklumat

Tulisan-tulisan terkini dapat juga didapatkan di halaman Kompasiana di alamat https://kompasiana.com/didikaha

Khusus untuk konten-konten sastra seperti puisi, cerpen dan esai silahkan kunjungi http://blog.edelweis-art.com. Terima kasih (Penulis)

Sabtu, Juni 02, 2007

MENGATASI DEPRESI KARENA SAKIT HATI

SAKIT HATI, baik karena diputus pacar, difitnah orang ataupun gagal melakukan suatu kerjaan, suatu usaha, memang satu hal yang sangat menjengkelkan.

Sering membuat kacau urusan bahkan juga membuat kita depresi dan patah semangat. Bahkan Megi Z. pun sempat 'berkomentar', "... lebih baik sakit gigi daripada sakit hati ..." (padahal sakit gigi sendiri sudah begitu menjengkelkannya?!)

Tapi bagaimanapun, yang namanya sakit, penyakit, pasti ada obatnya. Kullu daa-in dawaa-un. Termasuk untuk sakit hati itu.

Dan bicara soal obat sakit hati, ada 'resep' yang kiranya bisa kita coba manfaatkan.

Hadapi dengan Lapang Dada

Melupakan hal-hal yang membuat kita depresi, membuat kita sakit hati, secara teoritis, memang ada benarnya. Tapi, meski lupa itu juga sifat manusia, toh kadang 'melupakan' justeru membuat sakit hati tambah nyeri. Karena biasanya, makin dilupakan, makin lengket saja kenangan menempel di ingatan.

So?

Ya, nikmati saja! Dalam arti, tidak usah kita ngotot harus melupakan, harus menyingkirkan masa lalu. Toh, ia pun bagian dari keberadaan kita hari ini dan esok hari. Tanpa masa lalu, tidak ada cerita kita hari ini dan esok hari. Dan bila perlu, kita buatkan file-nya, kita 'diary'-kan. Dengan catatan, kita melakukannya dengan lapang dada, dengan pikiran jernih.

Coba Pahami dan Mengerti

Kita buatkan dokumennya, setidaknya, untuk bahan introspeksi. Sebagai parameter untuk kita melangkah lebih jauh. Segala kegagalan, keruwetan, kekacauan, kita 'garisbawahi'. Kita pahami dan lalu coba kita mengerti, mengapa dan bagimana itu terjadi. Untuk selanjutnya, kita ambil hikmahnya, agar tidak terulang di kemudian hari. dan yang terpenting, kita dapat menyadari, jika segala sesuatu itu punya arti, meski tidak kita mengerti. Hal kegagalan sekalipun. Mungkin dengan kegagalan, akan menjadikan kita lebih baik sekarang dan untuk masa yang akan datang.


Percayalah, Tuhan tidak akan membebani hamba-Nya dengan sesuatu yang tidak sanggup dipikulnya.

Bicarakan dengan Teman

Tidak bisa? Masih tetap ruwet? Ya, mungkin kita butuh orang lain utuk 'curhat'. Orangtua, kakak, saudara, teman atau siapa saja yang bisa diajak 'bicara' tentang apa yang sedang kita alami, yang membuat kita 'break'. Tidak usah risih atau malu-malu. Toh kita, manusia, adalah zoon politicon, yang diciptakan untuk hidup mesti bersama-sama dengan yang lain. Ya, barangkali saja dengan kita 'curhat' ke orang lain, persoalan bisa terselesaikan. Atau setidaknya, ada sedikit beban yang bisa terangkat. Ada yang menemani kesuntukan kita. Bukan berarti menyusahkan orang lain sih. Tapi, hidup untuk saling mengisi dan melengkapi, bukan? Untuk saling berbagi rasa?!

Pasrah dengan Yang di Atas

Belum berhasil juga? Mungkin memang ada yang 'error' dengan kita. So, jika sudah begitu, kiranya kita perlu pendekatan lagi dengan Yang di Atas. Toh Dia yang menciptakan segala keadaan kita, yang menentukan segala nasib kita. Mungkin selama ini kita sudah 'menjauhi'-Nya. Dan, dengan 'kesusahan' yang kita alami, Tuhan ingin menegur kita untuk 'kembali'. Saat segala usaha tidak bisa lagi memberi jawaban untuk semua soal, doa adalah satu-satunya hal yang masih dapat diharapkan. Tentu, kita melakukannya dengan sepenuh kepasrahan hati, tidak ada rasa curiga kalau Tuhan akan tidak menerima. Tuhan itu bagaimana kita memandang, bagaimana kita menilai-Nya. Jika kita memandang-nya baik, Tuhan 'pasti' baik. Jika kita menilai-Nya tidak baik, ya ... akanlah kesusahan selamanya kita alami. Toh Tuhan sendiri yang menjanjikan, "Ud-'unii astajib lakum" (berdoalah, mintalah pada-Ku, niscaya Aku kabulkan!)

Oke, semoga sakit hati kita, segala kesusahan kita, tidak terus berkelanjutan.

Salam!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar